Disamping tema utama peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tentang gangguan jiwa dan bunuh diri , masih ada beberapa isu penting lainya yang dipakai bahan kajian riset dan kebijakan publik . Pada tulisan ini akan dikaji beberapa jenis gangguan jiwa yang berhubungan dengan resiko peningkatan bunuh diri pada penderita dengan beberapa jenis gangguan seperti : Depresi , Gangguan Bipolar , Skizofrenia , Stress , Pasca trauma , dan penyalahgunaan Napza , gangguan pola makan , depresi post partus , mutilasi diri.
Masyarakat perlu memperoleh pemahaman tentang gejala- gejala penyakit , epidemiologi , faktor resiko serta penyebarluasan informasi tentang beberapa pilihan pengobatan dan efektivitasnya dalam menekan angka bunuh diri dan informasi yang memadai tentang manfaat dan kelemahan suatu metode terapi.
Masyarakat perlu memperoleh pemahaman tentang gejala- gejala penyakit , epidemiologi , faktor resiko serta penyebarluasan informasi tentang beberapa pilihan pengobatan dan efektivitasnya dalam menekan angka bunuh diri dan informasi yang memadai tentang manfaat dan kelemahan suatu metode terapi.
BUNUH DIRI DAN DEPRESI
Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang umum dijumpai hampir seluruh dunia . WHO memperkirakan 121 juta orang kini menderita Depresi : 5,8 % pria dan 9,5 % wanita mengalami episode depresi pada tahun tertentu . Diperkirakan depresi akan menempati peringkat ke 2 dari penyebab utama kecacatan , setelah penyakit jantung pada th 2020 . wanita berpeluang dua kali lebih tinggi didiagnose kan memperoleh terapi karena depresi
Meskipun demikian diduga bahwa pria yang menderita depresi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terangkat melalui data-data statistik, oleh karena pria biasanya yang mencari bantuan dokter dan dokter cenderung kurang mendeteksi gejala gejala yang berhubungan dengan depresi.
Sehubungan dengan tingginya tingkat kejadian depresi, gangguan alam perasaan perlu lebih memperoleh perhatian ( Depresi adalah salah satu gangguan perasaan ) dan merupakan gangguan jiwa yang paling berhubungan dengan terjadinya bunuh diri .
Dari beberapa penderita depresi , suatu studi di Finlandia bahwa indikator yang berhubungan dengan bunuh diri meliputi: tingkatan depresi ( ringan – berat, sementara – menetap , tipe depresinya ), penyalahgunaan Napza , menderita penyakit fisik yang kronis tau yang berat / tidak mempunyai pasangan hidup , kecemasan dan gangguan kepribadian.
Tingginya angka kejadian /prevalensi depresi di masyarakat , dan tingginya angka bunuh diri pada penderita dengan depresi maka terapi perlu ditujukan untuk depresi dan kemungkinan bunuh dirinya . Oleh karena belum diperoleh hasil penelitian bahwa hanya dengan obat obatan anti depresan saja dapat mengurangi resiko bunuh diri , kemampuan untuk mengenali dan menangani kecenderungan bunuh diri adalah ketrampilan dalam penyelamatan jiwa ‘ oleh karena angka kejadian bunuh diri pada pria di negara- negara yang sedang berkembang resiko kejadianya lebih tinggi tetapi cenderung enggan mencari bantuan dibanding dengan wanita yang mengalami depresi ,maka perlu dipertimbangkan adanya pendekatan yang inovatif dimasyarakat ( misalnya ada layanan Hotline di pubs / café, dll ) .
Membedakan depresi dengan keadaan sedih / berduka yang normal Para ahli melaporkan bahwa 20 % - 60 % kematian oleh karena bunuh diri terjadi pada mereka yng mengalamai gangguan perasaan . Bunuh diri lebih sering terjadi pada mereka yang mengalami gangguan perasaan . Bunuh diri lebih sering terjadi pada penderita dengan tanda tanda psikotik berat onsetnya lama , dan campuran gangguan mental dan penyalahgunaan zat . juga lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami penuh stress , sakit fisik dan adanya catatan / riwayat bunuh diri dalam keluarga.
Kesedihan pada gangguan depresi berat berbeda baik dari tingkatan dan lamanya serangan yang dialami pada suatu fase dalam kehidupan apabila kondisi kehidupan yang dialami cukup berat.
Kondisi sedih / berduka yang normal biasanya mempunyai efek yang tidak mendalam dan berlangsung lebih singkat , dibandingkan dengan gangguan depresi : lebih jauh , tanda tanda depresi berat yang terjadi pada penderita yang mengalami pengalaman berduka / kesedihan yang normal yang termasuk disini :Anhedonia ( ketidak mampuan mengalami / merasakan kegembiraan ) tidak ada harapan , kehilangan kemampuan mengatakan perasaan ( kemampuan merasa senang dalan merespon sesuatu yang positip ) . Pikiran bunuh diri dan gejala gejala psikotik , jika berhubungan dengan gejala depresi , biasanya dapat didiagnose sebagai gangguan depresi.
Namun demikian banyak tanda - tanda yang terkait dengan gangguan depresi berat , juga terjadi pada gangguan stress berat seperti : Gangguan tidur , perubahan nafsu makan , kesulitan konsentrasi , penyalahgunaan zat , jika ada penderita dengan beberapa keluhan diatas , tenaga kesehatan dituntut untuk membedakan dari kesalahan yang normal atau kondisi patologis mengusahakan penanganan yang tepat.
BUNUH DIRI DAN GANGGUAN BIPOLAR
Gangguan afektif bipolar merupakan kondisi yang umum dijumpai , dan diantara gangguan mental menempati posisi. kedua terbanyak sebagai penyebab ketidak mampuan /disabilitas. Depresi bipolar sama oleh kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk umum, . Bunuh diri pertama tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan , studi , tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada resiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause . Kebanyakan pasien dengan gangguan efektif bipolar secara potensial dengan terapi yang optimal dapat kembali ke fungsi yang normal Dengan pengobatan yang kurang optimal hasilnya kurang dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh diri lagi. Data data menunjukan bahwa pengobatan sering kurang optimal.
Studi Longutidinal bahwa pasien dengan kecendurungan bunuh diri pada kasus dengan afektif bipolar 50 % dapat dikurangi dengan terapi maintenance / pemeliharaan dan terapi depresi yang tepat.
Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk mencari dan mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan segala keterbatasanya lithium merupakan pengobatan untuk gangguan bipolar yang telah lama digunakan meskipun banyak obat - obat generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas pencegahan bunuh diri masih belum jelas..
Gangguan afektif bipolar merupakan kondisi yang umum dijumpai , dan diantara gangguan mental menempati posisi. kedua terbanyak sebagai penyebab ketidak mampuan /disabilitas. Depresi bipolar sama oleh kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk umum, . Bunuh diri pertama tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan , studi , tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada resiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause . Kebanyakan pasien dengan gangguan efektif bipolar secara potensial dengan terapi yang optimal dapat kembali ke fungsi yang normal Dengan pengobatan yang kurang optimal hasilnya kurang dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh diri lagi. Data data menunjukan bahwa pengobatan sering kurang optimal.
Studi Longutidinal bahwa pasien dengan kecendurungan bunuh diri pada kasus dengan afektif bipolar 50 % dapat dikurangi dengan terapi maintenance / pemeliharaan dan terapi depresi yang tepat.
Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk mencari dan mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan segala keterbatasanya lithium merupakan pengobatan untuk gangguan bipolar yang telah lama digunakan meskipun banyak obat - obat generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas pencegahan bunuh diri masih belum jelas..
BUNUH DIRI DENGAN SKIZOFRENIA
Hampir 24 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan skizofrenia dengan angka kejadian 7 per 1000 penduduk , (pada wanita dan pria sama ) diperkirakan terdapat 4 – 10 % resiko kejadian bunuh diri sepanjang rentang kehidupan penderita skizofrenia dan 40 % angka percobaan bunuh diri . Studi yang yang dilakukan WHO melaporkan bahwa angka kematian tertinggi pada kasus skizofrenia disebabkan karena bunuh diri . Faktor resiko bunuh diri pada pasien skizofrenia termasuk terdapat gejala gejala positp terdapat ko – morbilitas depresi , kurangnya terapi , penurunan tingkat perawatan , sakit kronis , tingkat pendidikan tinggi dan pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi pada fase awal dari perjalanan penyakitnya.
Jika kita harus melaksanakan pencegahan pada pasien dengan skizofrenia , sangat penting diperhatikan bahwa orang yang bekerja di pelayanan kesehatan mental memperoleh pelatihan pengkajian resiko dan manajeman , yang biasanya hanya cukup didasarkan atas pengalaman saja.
Pelatihan seharusnya memberi penekanan pada kemampuan mengenali ko- morbiditas yang ditemukan memperberat resiko kejadian bunuh diri seperti depresi , penggunaan Napza dan hilangnya kemampuan fungsional .
Langkah- langkah sederhana untuk memperbaiki penyimpanan dokumen dan perencanaan perawatan yang dapat membantu seluruh team kesehatan , memahami semua faktor resiko dan bagaimana cara memperkecil juga penting diperhatikan untuk kebutuhan komunikasi yang baik antara anggota team , dokter , perawat dan keluarga penderita,
Mencegah bunuh diri pada penderita dengan skizofrenia pada masa mendatang diharapkan akan tersedia pengobatan yang lebih baik, bagi penderita skizofrenia sangatlah penting bagi pemberi layanan dan keluarga terdekat dari pasien untuk memberi dorongan semangat dalam menjalani hidup.
Penekananya ada perbaikan yang berasal dari laboratorium ilmiah pada beberapa tahun mendatang . Pada tahun 2005 jurnal Psikiatri di Inggris menerbitkan analisa dari sejumlah data dari studi kejadian bunuh diri dari seluruh dunia : Temuan yang penting dari analisa itu adalah bahwa suicide / bunuh diri lebih sering terjadi pada pasien skizofrenia yang mengalami agitasi / gelisah dan mengatakan perasaan tidak bermakna dan tidak punya harapan juga ketika mereka mempunyai sejarah pikiran bunuh diri dan percobaan bunuh diri . Sejarah bunuh diri dalam keluarga juga meningkatkan resiko.
Hampir 24 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan skizofrenia dengan angka kejadian 7 per 1000 penduduk , (pada wanita dan pria sama ) diperkirakan terdapat 4 – 10 % resiko kejadian bunuh diri sepanjang rentang kehidupan penderita skizofrenia dan 40 % angka percobaan bunuh diri . Studi yang yang dilakukan WHO melaporkan bahwa angka kematian tertinggi pada kasus skizofrenia disebabkan karena bunuh diri . Faktor resiko bunuh diri pada pasien skizofrenia termasuk terdapat gejala gejala positp terdapat ko – morbilitas depresi , kurangnya terapi , penurunan tingkat perawatan , sakit kronis , tingkat pendidikan tinggi dan pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi pada fase awal dari perjalanan penyakitnya.
Jika kita harus melaksanakan pencegahan pada pasien dengan skizofrenia , sangat penting diperhatikan bahwa orang yang bekerja di pelayanan kesehatan mental memperoleh pelatihan pengkajian resiko dan manajeman , yang biasanya hanya cukup didasarkan atas pengalaman saja.
Pelatihan seharusnya memberi penekanan pada kemampuan mengenali ko- morbiditas yang ditemukan memperberat resiko kejadian bunuh diri seperti depresi , penggunaan Napza dan hilangnya kemampuan fungsional .
Langkah- langkah sederhana untuk memperbaiki penyimpanan dokumen dan perencanaan perawatan yang dapat membantu seluruh team kesehatan , memahami semua faktor resiko dan bagaimana cara memperkecil juga penting diperhatikan untuk kebutuhan komunikasi yang baik antara anggota team , dokter , perawat dan keluarga penderita,
Mencegah bunuh diri pada penderita dengan skizofrenia pada masa mendatang diharapkan akan tersedia pengobatan yang lebih baik, bagi penderita skizofrenia sangatlah penting bagi pemberi layanan dan keluarga terdekat dari pasien untuk memberi dorongan semangat dalam menjalani hidup.
Penekananya ada perbaikan yang berasal dari laboratorium ilmiah pada beberapa tahun mendatang . Pada tahun 2005 jurnal Psikiatri di Inggris menerbitkan analisa dari sejumlah data dari studi kejadian bunuh diri dari seluruh dunia : Temuan yang penting dari analisa itu adalah bahwa suicide / bunuh diri lebih sering terjadi pada pasien skizofrenia yang mengalami agitasi / gelisah dan mengatakan perasaan tidak bermakna dan tidak punya harapan juga ketika mereka mempunyai sejarah pikiran bunuh diri dan percobaan bunuh diri . Sejarah bunuh diri dalam keluarga juga meningkatkan resiko.
Temuan lain dari studi tersebut :
- Suasana lingkungan pasien skizofrenia berpengaruh pada resiko , mereka yang tinggal sendirian, atau mereka yang tidak tinggal bersama keluarga , meningkatkan resiko bunuh diri
- Kehilangan yang baru dialami ( seperti perceraian atau kematian ) : meningkatkan angka kejadian , meskipun pada penduduk kebanyakan juga dapat terjadi
- Orang dengan latar belakang pendidikan lebih baik resikonya lebih baik resikonya lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri. Hal ini merefleksikan pemahaman atau ketakutan akan adanya kecacatan mental.
- Kurang taat pada pola pengobatan sangat meningkatkan resiko . Pada banyak pasien penggunaan obat yang mempunyai efek anti psikotik sangat disarankan.
- Alkohol bukan merupakan faktor resiko yang utama pada pasien skizofrenia tetapi penyalahgunaan obat sangat berkorelasi terhadap pengobatan resiko Penyalahgunaan obat bisa terjadi 2 kali lipat dibandingkan dengan populasi pada umumnya,
Periode waktu tertinggi terjadinya Bunuh Diri :
Pasien Skizofrenia membutuhkan dukungan dan pengobatan:
Pasien Skizofrenia membutuhkan dukungan dan pengobatan:
- Mengalami serangan psikotik akut sehingga tidak ada kontak dengan realitas
- Periode mereka mengalami depresi berat
- Masa 6 – 7 bulan pertama setelah mereka indikasi (setelah dapat memahami bahwa mereka menderita penyakit skizofrenia dengan gejala implikasinya.)
- Periode setelah pulang dari Rumah Saki. Perencanaan pemulangan harus disusun dengan seksama jika dimungkinkan pasien dengan resiko tinggi sebaiknya tidak dibiarkan menyendiri dalam waktu lama. Bunuh diri sering terjadi jika pasien derngan skizofrenia telah ditinggal sendirian sepanjang hari.
PENYALAHGUNAAN ZAT DAN BUNUH DIRI
Para peneliti di bidang kesehatan secara internasional menyatakan bahwa alkohol merupakan zat yang paling banyak penyalahgunaanya secara global, luasnya masalah minum minuman keras sangat bervariasi mencapai lebih kurang 1,7 % penduduk dunia penyalahgunaan alkohol . Angka kejadian ( prevalensi ) penyalahgunaan dan ketagihan zat yang bersifat melanggar hukum pada setiap negara bervariasi dari 0,4 % - 4 %. Pada th 2003 WHO memperkirakan 5 juta orang menggunakan obat suntik untuk tujuan penyalahgunaan.
Pada studi yang meneliti faktor resiko yang dialami penderita mengarah pada upaya bunuh diri penyalahgunaan zat dan minuman keras lebih sering terjadi pada kelompok remaja dan dewasa awal dibanding kan dengan usia dewasa juga , jenis kelamin pria lebih beresiko baik untuk penyalahgunaan zat maupun bunuh diri.Uantuk kelompok resiko seperti penduduk asli yamg tinggal pada lingkungan yang mayoritas bersifat individual , depresi dan penyalahgunaan alkohol secara bersama dapat sebagai faktor resiko penyebab bunuh diri
Masalah penyalahgunaan zat dan alkohol dapat menyebabkan bunuh diri dalam beberapa hal. Orang yang menggunakan dan menyalahgunaan zat sering mempunyai faktor resiko lain untuk untuk bunuh diri. Disamping depresi mereka juga cenderung mempunyai permasalahan sosial dan ekonomi , penyalahgunaan zat cenderung lebih sering terjadi diantara orang- orang yang implusip dalam bertindak , termasuk pada jenis- jenis perilaku beresiko yang dapat menyebabkan pecenderaan diri juga .intoksikasi akan lebih muda melakukan bunuh diri secara impulsif dan agresip untuk keluar dari kondisi intoksikasinya.
Para peneliti di bidang kesehatan secara internasional menyatakan bahwa alkohol merupakan zat yang paling banyak penyalahgunaanya secara global, luasnya masalah minum minuman keras sangat bervariasi mencapai lebih kurang 1,7 % penduduk dunia penyalahgunaan alkohol . Angka kejadian ( prevalensi ) penyalahgunaan dan ketagihan zat yang bersifat melanggar hukum pada setiap negara bervariasi dari 0,4 % - 4 %. Pada th 2003 WHO memperkirakan 5 juta orang menggunakan obat suntik untuk tujuan penyalahgunaan.
Pada studi yang meneliti faktor resiko yang dialami penderita mengarah pada upaya bunuh diri penyalahgunaan zat dan minuman keras lebih sering terjadi pada kelompok remaja dan dewasa awal dibanding kan dengan usia dewasa juga , jenis kelamin pria lebih beresiko baik untuk penyalahgunaan zat maupun bunuh diri.Uantuk kelompok resiko seperti penduduk asli yamg tinggal pada lingkungan yang mayoritas bersifat individual , depresi dan penyalahgunaan alkohol secara bersama dapat sebagai faktor resiko penyebab bunuh diri
Masalah penyalahgunaan zat dan alkohol dapat menyebabkan bunuh diri dalam beberapa hal. Orang yang menggunakan dan menyalahgunaan zat sering mempunyai faktor resiko lain untuk untuk bunuh diri. Disamping depresi mereka juga cenderung mempunyai permasalahan sosial dan ekonomi , penyalahgunaan zat cenderung lebih sering terjadi diantara orang- orang yang implusip dalam bertindak , termasuk pada jenis- jenis perilaku beresiko yang dapat menyebabkan pecenderaan diri juga .intoksikasi akan lebih muda melakukan bunuh diri secara impulsif dan agresip untuk keluar dari kondisi intoksikasinya.
Faktor faktor penting yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat dan bunuh diri:
- Orang yang mengalami ketergantungan berat dengan alkohol atau alkoholis mempunyai resiko tinggi untuk bunuh diri
- Depresi dan gangguan perasaan lain berkaitan dengan kejadian bunuh diri , penyalahgunaan obat mengalami peningkatan depresi : apabila tidak diobati , penyalahgunaan obat memperburuk kondisi gangguan perasaan
- Percobaan bunuh diri terjadi lebih sering pada episode minum yang bringe
- Orang yang perilaku minumnya menyebabkan masalah di tempat kerja mengalami 6 kali lebih banyak mengalami bunuh diri di rumah.
- Peminum yang telah mendapatkan perawatan di rumah sakit karena masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol akan mengalami 10 kali lebih besar terjadi resiko bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tidak dirawat , Ketergantungan obat maningkatkan resiko dalam pekerjaan , keluarga dan masalah- masalah kesehatan fisik yang akan semakin memburuk setiap saat
- Jika seseorang yang mengalami ketergantungan alkohol juga menggunakan kokain maka resikonya semakin tinggi
- Tempat- tempat / daerah yang rata- rata semangat penjualanya tinggi cenderung mempunyai tingkat bunuh diri yang lebih tinggi
- Pecandu alkohol yang meninggal karena bunuh diri cenderung mempunyai masalah hubungan dengan pasangan hidup dan masalah masalah stressor hidup lainya dibandingkan dengan mereka yang tidak mencoba bunuh diri.
- Peneletian di Kanada menunjukan sampai 80 % pasien skizofrenia akan menyalahgunakan zat pada suatu waktu tertentu ; penyalahgunaan itu sangat berhubungan dengan perilaku bunuh diri
- Pecandu alkohol yang beresiko tinggi dapat diberi batasan sebagai yang juga di diagnose depresi , yang sedang mengalami perawatan karena ada upaya bunuh diri sebelumnya atau yang telah mencoba menyakiti dirinya diwaktu lampau.
- Resiko tinggi terjadi setelah lebih dari 10 tahun mempunyai masalah sebagai peminum.
Penanganan Gangguan Mental Termasuk Penyalahgunaan Zat Untuk mengurangi resiko.
Ada beberapa cara efektif untuk menurunkan resiko dari masalah minum dan penyalahgunaan zat pada kelompok remaja, juga telah ditemukan pengobatan yang efektif dengan menggabungkan meditasi dan berbagai macam psikoterapi dan kelompok pendukung untuk alkohol dan penyalahgunaan zat / pecandu
Terapi baru yang diberikan kepada orang yang mengalami masalah ketergantungan dan kecenderungan bunuh diri telah ditemukan , yang dapat memberi harapan untuk penyelamatan banyak individu,
Orang yang minum terlalu banyak sering mengalami bunuh diri pada kondisi dimana mengalami kesulitan berat membangun interpersonalnya.
Dengan demikian orang yang beresiko tinggi bunuh diri dan minum terlalu banyak penanganan melalui pendekatan keluarga dapat memberi harapan lebih baik
Para tenaga kesehatan dan konselor yang menangani pasien dengan penyalahgunaan zat / alkohol memerlukan pelatihan dan pemahaman tentang depresi dan gangguan jiwa lain yang dapat menyebabkan bunuh diri.
Jika pemberi layanan ini memahami gangguan jiwa lebih baik , akan membantu untuk mempermudah penangan pasien dengan kecanduan alkohol.
Ada beberapa cara efektif untuk menurunkan resiko dari masalah minum dan penyalahgunaan zat pada kelompok remaja, juga telah ditemukan pengobatan yang efektif dengan menggabungkan meditasi dan berbagai macam psikoterapi dan kelompok pendukung untuk alkohol dan penyalahgunaan zat / pecandu
Terapi baru yang diberikan kepada orang yang mengalami masalah ketergantungan dan kecenderungan bunuh diri telah ditemukan , yang dapat memberi harapan untuk penyelamatan banyak individu,
Orang yang minum terlalu banyak sering mengalami bunuh diri pada kondisi dimana mengalami kesulitan berat membangun interpersonalnya.
Dengan demikian orang yang beresiko tinggi bunuh diri dan minum terlalu banyak penanganan melalui pendekatan keluarga dapat memberi harapan lebih baik
Para tenaga kesehatan dan konselor yang menangani pasien dengan penyalahgunaan zat / alkohol memerlukan pelatihan dan pemahaman tentang depresi dan gangguan jiwa lain yang dapat menyebabkan bunuh diri.
Jika pemberi layanan ini memahami gangguan jiwa lebih baik , akan membantu untuk mempermudah penangan pasien dengan kecanduan alkohol.
Artikel Terkait:

0 komentar:
Posting Komentar