Smowtion

Jumat, 28 Oktober 2011

MEMBANGUN KESADARAN – MENGURANGI RESIKO GANGGUAN MENTAL DAN BUNUH DIRI

Disamping  tema utama  peringatan Hari Kesehatan  Jiwa Sedunia  tentang gangguan jiwa  dan bunuh diri , masih ada beberapa  isu penting lainya yang dipakai bahan kajian riset dan kebijakan publik . Pada tulisan ini  akan dikaji beberapa jenis  gangguan jiwa yang berhubungan  dengan resiko peningkatan bunuh diri  pada  penderita  dengan beberapa  jenis gangguan seperti : Depresi , Gangguan Bipolar , Skizofrenia , Stress , Pasca trauma , dan  penyalahgunaan Napza , gangguan pola makan , depresi post partus , mutilasi diri.
Masyarakat perlu memperoleh  pemahaman tentang  gejala- gejala penyakit , epidemiologi , faktor resiko serta penyebarluasan informasi  tentang beberapa pilihan  pengobatan dan efektivitasnya  dalam menekan  angka bunuh diri  dan informasi yang memadai tentang manfaat dan kelemahan  suatu metode terapi.
BUNUH DIRI DAN DEPRESI
 
Depresi merupakan salah satu gangguan mental  yang umum dijumpai  hampir seluruh dunia . WHO memperkirakan 121 juta orang kini menderita Depresi : 5,8 % pria dan 9,5 %  wanita mengalami episode depresi  pada tahun tertentu . Diperkirakan  depresi akan menempati peringkat ke 2 dari penyebab utama  kecacatan , setelah penyakit jantung  pada th 2020 . wanita berpeluang  dua kali lebih  tinggi  didiagnose kan memperoleh  terapi karena depresi

Meskipun demikian  diduga bahwa pria  yang menderita depresi  jauh lebih tinggi  dibandingkan dengan  yang terangkat melalui data-data statistik, oleh karena  pria biasanya  yang mencari bantuan  dokter dan dokter cenderung kurang mendeteksi gejala gejala  yang berhubungan dengan depresi.
Sehubungan dengan tingginya tingkat kejadian depresi,  gangguan alam  perasaan  perlu lebih memperoleh perhatian ( Depresi adalah  salah satu gangguan  perasaan ) dan merupakan  gangguan jiwa yang paling  berhubungan dengan terjadinya bunuh diri .

Dari beberapa  penderita depresi , suatu studi  di Finlandia bahwa indikator  yang berhubungan  dengan bunuh diri  meliputi: tingkatan depresi  ( ringan – berat, sementara – menetap , tipe depresinya ), penyalahgunaan Napza , menderita penyakit fisik yang kronis tau yang berat / tidak mempunyai pasangan hidup , kecemasan dan gangguan kepribadian.

Tingginya angka  kejadian /prevalensi depresi di masyarakat , dan tingginya angka bunuh diri  pada penderita dengan depresi maka terapi perlu ditujukan untuk depresi  dan kemungkinan bunuh dirinya . Oleh karena  belum diperoleh hasil penelitian  bahwa  hanya dengan obat obatan anti depresan  saja dapat mengurangi  resiko bunuh diri , kemampuan  untuk mengenali dan menangani kecenderungan  bunuh diri adalah  ketrampilan dalam  penyelamatan jiwa ‘ oleh karena angka kejadian  bunuh diri pada pria  di negara- negara yang sedang berkembang  resiko kejadianya lebih tinggi  tetapi cenderung  enggan mencari  bantuan dibanding  dengan wanita yang  mengalami depresi ,maka perlu dipertimbangkan  adanya  pendekatan  yang inovatif  dimasyarakat ( misalnya ada layanan  Hotline di pubs / café, dll )
.
Membedakan  depresi  dengan keadaan  sedih / berduka yang normal  Para ahli melaporkan  bahwa 20 % - 60 %  kematian  oleh karena bunuh diri  terjadi pada mereka  yng mengalamai gangguan perasaan . Bunuh diri lebih sering  terjadi pada mereka yang  mengalami gangguan perasaan . Bunuh diri lebih sering terjadi pada penderita  dengan tanda tanda  psikotik berat  onsetnya lama , dan campuran  gangguan  mental dan penyalahgunaan zat . juga lebih sering  terjadi pada penderita  yang mengalami  penuh stress , sakit fisik dan adanya  catatan / riwayat  bunuh diri  dalam keluarga.

Kesedihan pada gangguan  depresi  berat berbeda  baik dari tingkatan  dan lamanya serangan  yang dialami  pada suatu fase dalam kehidupan  apabila  kondisi  kehidupan  yang dialami  cukup berat
.
Kondisi  sedih / berduka  yang normal biasanya  mempunyai efek  yang tidak mendalam  dan berlangsung  lebih singkat , dibandingkan dengan gangguan  depresi : lebih jauh , tanda tanda  depresi  berat yang terjadi  pada penderita  yang mengalami  pengalaman berduka  / kesedihan  yang normal yang termasuk disini  :Anhedonia (  ketidak mampuan  mengalami / merasakan  kegembiraan ) tidak ada harapan , kehilangan kemampuan  mengatakan perasaan ( kemampuan  merasa senang  dalan merespon  sesuatu  yang positip ) . Pikiran bunuh diri  dan gejala  gejala  psikotik , jika  berhubungan  dengan gejala depresi  , biasanya  dapat  didiagnose  sebagai gangguan  depresi.
 
Namun demikian  banyak tanda - tanda yang terkait  dengan gangguan depresi  berat , juga  terjadi pada gangguan stress  berat  seperti : Gangguan tidur , perubahan nafsu makan , kesulitan konsentrasi , penyalahgunaan zat , jika  ada penderita  dengan beberapa  keluhan diatas , tenaga kesehatan dituntut  untuk membedakan  dari kesalahan  yang  normal atau kondisi  patologis  mengusahakan  penanganan yang tepat.
BUNUH DIRI DAN GANGGUAN  BIPOLAR
            Gangguan afektif bipolar  merupakan  kondisi  yang umum dijumpai , dan diantara  gangguan mental  menempati posisi. kedua terbanyak   sebagai penyebab  ketidak mampuan /disabilitas. Depresi bipolar  sama oleh kelompok pria dan wanita  dengan angka  kejadian  sekitar 5 per 1000 orang penderita  depresi bipolar dapat mengalami  bunuh diri  15 kali lebih banyak dibandingkan  dengan penduduk umum, . Bunuh diri  pertama tama sering terjadi ketika  tekanan pada pekerjaan , studi , tekanan emosional  dalam keluarga terjadi  pada tingkat yang paling berat. Pada resiko  bunuh diri  dapat meningkat selama  menopause . Kebanyakan  pasien dengan  gangguan efektif  bipolar  secara potensial  dengan terapi  yang optimal dapat kembali ke fungsi  yang normal  Dengan  pengobatan yang  kurang optimal  hasilnya kurang dan dapat  kambuh untuk melakukan bunuh diri  lagi. Data data menunjukan  bahwa  pengobatan sering  kurang optimal.
Studi Longutidinal  bahwa pasien  dengan kecendurungan  bunuh diri  pada kasus dengan afektif  bipolar 50 % dapat dikurangi dengan terapi maintenance / pemeliharaan  dan terapi  depresi yang tepat.

Pasien dengan  gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk  mencari dan mempertahankan  pengobatan  dan tindak lanjutnya  dengan segala  keterbatasanya  lithium  merupakan  pengobatan untuk  gangguan bipolar  yang telah lama  digunakan  meskipun banyak  obat - obat generasi baru  yang ditemukan, namun  efektifitas pencegahan  bunuh diri  masih belum jelas..
BUNUH DIRI DENGAN SKIZOFRENIA
            Hampir 24 juta  orang di seluruh dunia  menderita gangguan  skizofrenia dengan angka kejadian  7 per 1000 penduduk , (pada wanita dan pria sama ) diperkirakan terdapat  4 – 10 % resiko kejadian bunuh diri  sepanjang rentang  kehidupan penderita  skizofrenia  dan 40 %  angka percobaan bunuh diri . Studi yang  yang dilakukan  WHO  melaporkan bahwa  angka kematian tertinggi   pada kasus skizofrenia  disebabkan karena bunuh diri . Faktor resiko  bunuh diri pada pasien  skizofrenia  termasuk  terdapat gejala gejala positp terdapat  ko – morbilitas  depresi , kurangnya terapi , penurunan  tingkat perawatan , sakit kronis , tingkat pendidikan tinggi  dan  pengharapan  akan tampilan kerja  yang tinggi biasanya  terjadi pada  fase awal dari  perjalanan penyakitnya.
Jika  kita harus melaksanakan  pencegahan  pada pasien  dengan skizofrenia  , sangat penting  diperhatikan  bahwa orang  yang bekerja  di pelayanan kesehatan  mental memperoleh  pelatihan pengkajian  resiko dan manajeman , yang biasanya  hanya cukup didasarkan  atas pengalaman saja.

Pelatihan seharusnya  memberi  penekanan  pada kemampuan mengenali  ko- morbiditas  yang ditemukan  memperberat  resiko kejadian bunuh diri  seperti depresi  , penggunaan Napza  dan hilangnya kemampuan  fungsional .

Langkah- langkah sederhana  untuk memperbaiki  penyimpanan dokumen  dan perencanaan perawatan  yang dapat membantu  seluruh team kesehatan , memahami semua faktor  resiko  dan bagaimana cara memperkecil  juga penting  diperhatikan  untuk kebutuhan  komunikasi  yang baik antara   anggota team , dokter , perawat  dan keluarga penderita,

Mencegah bunuh diri  pada penderita  dengan skizofrenia  pada masa mendatang  diharapkan  akan tersedia  pengobatan yang lebih baik, bagi penderita skizofrenia  sangatlah penting bagi  pemberi layanan  dan keluarga terdekat  dari pasien  untuk  memberi dorongan  semangat  dalam menjalani hidup.

Penekananya  ada perbaikan  yang berasal  dari laboratorium  ilmiah pada  beberapa  tahun mendatang . Pada tahun 2005 jurnal  Psikiatri  di Inggris  menerbitkan  analisa dari  sejumlah data dari studi kejadian  bunuh diri  dari seluruh dunia : Temuan  yang penting  dari analisa  itu adalah  bahwa  suicide / bunuh diri  lebih sering terjadi  pada pasien skizofrenia  yang mengalami agitasi / gelisah  dan mengatakan perasaan tidak bermakna dan tidak punya harapan   juga  ketika mereka  mempunyai sejarah  pikiran bunuh diri  dan percobaan bunuh diri . Sejarah bunuh diri  dalam keluarga  juga meningkatkan  resiko.
Temuan lain dari studi tersebut  :
  • Suasana lingkungan  pasien skizofrenia  berpengaruh  pada resiko , mereka yang tinggal sendirian, atau mereka  yang tidak tinggal  bersama keluarga  , meningkatkan resiko  bunuh diri
  • Kehilangan yang  baru dialami ( seperti perceraian  atau kematian ) :  meningkatkan angka  kejadian  , meskipun  pada penduduk  kebanyakan   juga  dapat terjadi
  • Orang dengan latar belakang  pendidikan  lebih baik  resikonya  lebih  baik  resikonya  lebih tinggi  untuk melakukan  bunuh diri.  Hal ini  merefleksikan   pemahaman  atau ketakutan  akan adanya  kecacatan mental.
  • Kurang taat  pada pola  pengobatan  sangat  meningkatkan resiko . Pada banyak pasien  penggunaan obat  yang mempunyai  efek anti psikotik  sangat disarankan.
  • Alkohol  bukan merupakan  faktor resiko  yang utama  pada pasien  skizofrenia  tetapi penyalahgunaan  obat sangat  berkorelasi  terhadap  pengobatan resiko  Penyalahgunaan  obat bisa  terjadi 2  kali  lipat dibandingkan  dengan  populasi  pada umumnya,
Periode  waktu tertinggi  terjadinya  Bunuh Diri :
Pasien  Skizofrenia  membutuhkan  dukungan  dan pengobatan:
  • Mengalami serangan psikotik akut sehingga  tidak ada  kontak  dengan realitas
  • Periode mereka  mengalami depresi  berat
  • Masa 6 – 7 bulan pertama  setelah mereka  indikasi (setelah dapat  memahami bahwa  mereka  menderita  penyakit skizofrenia  dengan gejala implikasinya.)
  • Periode setelah pulang dari Rumah Saki. Perencanaan pemulangan  harus disusun  dengan seksama  jika dimungkinkan  pasien  dengan resiko  tinggi  sebaiknya  tidak  dibiarkan  menyendiri  dalam waktu lama. Bunuh diri sering  terjadi  jika pasien  derngan skizofrenia  telah ditinggal  sendirian  sepanjang  hari.
PENYALAHGUNAAN  ZAT DAN BUNUH DIRI
Para peneliti  di bidang kesehatan  secara  internasional  menyatakan  bahwa alkohol  merupakan zat  yang paling banyak  penyalahgunaanya  secara global, luasnya  masalah minum  minuman  keras sangat bervariasi  mencapai lebih  kurang  1,7 % penduduk dunia  penyalahgunaan  alkohol . Angka kejadian ( prevalensi )  penyalahgunaan  dan ketagihan  zat yang bersifat   melanggar hukum  pada setiap negara  bervariasi  dari 0,4 % - 4 %. Pada th 2003  WHO  memperkirakan  5 juta  orang menggunakan  obat  suntik  untuk tujuan  penyalahgunaan.
Pada studi  yang meneliti  faktor resiko  yang dialami  penderita mengarah  pada upaya bunuh diri  penyalahgunaan  zat dan minuman keras  lebih sering terjadi  pada kelompok  remaja  dan dewasa  awal dibanding kan dengan usia  dewasa juga , jenis kelamin  pria lebih beresiko  baik untuk penyalahgunaan zat maupun bunuh diri.Uantuk kelompok  resiko seperti penduduk asli  yamg tinggal  pada lingkungan  yang mayoritas  bersifat individual  , depresi  dan penyalahgunaan  alkohol secara  bersama dapat  sebagai faktor  resiko penyebab  bunuh diri

Masalah penyalahgunaan  zat dan alkohol  dapat menyebabkan bunuh diri  dalam beberapa hal. Orang yang menggunakan dan menyalahgunaan  zat sering  mempunyai faktor  resiko lain untuk  untuk bunuh diri. Disamping depresi  mereka juga  cenderung mempunyai  permasalahan sosial dan ekonomi , penyalahgunaan  zat cenderung  lebih sering terjadi  diantara orang- orang  yang implusip dalam bertindak , termasuk pada jenis- jenis perilaku  beresiko yang dapat  menyebabkan  pecenderaan  diri juga .intoksikasi  akan lebih muda  melakukan bunuh diri  secara impulsif  dan agresip  untuk keluar  dari kondisi intoksikasinya.
Faktor  faktor  penting yang berhubungan  dengan penyalahgunaan  zat dan bunuh diri:
  • Orang yang mengalami ketergantungan  berat dengan alkohol  atau alkoholis  mempunyai resiko  tinggi untuk bunuh diri
  • Depresi dan gangguan perasaan lain  berkaitan dengan  kejadian bunuh diri , penyalahgunaan obat  mengalami  peningkatan  depresi : apabila  tidak diobati , penyalahgunaan  obat memperburuk  kondisi  gangguan perasaan
  • Percobaan bunuh diri  terjadi lebih sering  pada  episode minum  yang  bringe
  • Orang yang perilaku  minumnya menyebabkan  masalah di tempat kerja  mengalami  6 kali lebih banyak  mengalami bunuh diri  di rumah.
  • Peminum yang telah mendapatkan perawatan  di rumah sakit  karena masalah yang berhubungan  dengan penyalahgunaan  alkohol akan  mengalami 10 kali  lebih besar terjadi  resiko bunuh diri  dibandingkan dengan  mereka yang tidak  dirawat , Ketergantungan obat  maningkatkan  resiko  dalam pekerjaan  , keluarga  dan  masalah- masalah kesehatan  fisik  yang akan semakin  memburuk  setiap saat
  • Jika seseorang yang mengalami  ketergantungan alkohol  juga menggunakan kokain  maka resikonya  semakin tinggi
  • Tempat- tempat / daerah  yang rata- rata  semangat penjualanya tinggi  cenderung  mempunyai tingkat bunuh diri yang lebih tinggi
  • Pecandu  alkohol yang meninggal  karena  bunuh diri  cenderung  mempunyai masalah  hubungan dengan  pasangan hidup  dan masalah masalah stressor  hidup lainya  dibandingkan dengan mereka  yang tidak  mencoba bunuh diri.
  • Peneletian di Kanada  menunjukan sampai 80 %  pasien skizofrenia  akan menyalahgunakan  zat pada suatu  waktu tertentu ; penyalahgunaan itu  sangat berhubungan  dengan perilaku bunuh diri
  • Pecandu alkohol  yang beresiko tinggi  dapat diberi batasan  sebagai yang juga  di diagnose  depresi , yang sedang mengalami  perawatan karena  ada upaya bunuh diri  sebelumnya  atau yang telah  mencoba  menyakiti dirinya  diwaktu lampau.
  • Resiko tinggi terjadi setelah lebih  dari 10 tahun mempunyai masalah  sebagai peminum.
Penanganan  Gangguan  Mental  Termasuk Penyalahgunaan Zat  Untuk mengurangi resiko.
            Ada beberapa cara efektif  untuk menurunkan resiko  dari masalah  minum dan penyalahgunaan  zat  pada kelompok remaja, juga telah  ditemukan  pengobatan  yang efektif  dengan menggabungkan  meditasi  dan berbagai macam  psikoterapi  dan kelompok pendukung  untuk  alkohol dan penyalahgunaan zat / pecandu
Terapi baru yang  diberikan kepada orang  yang mengalami  masalah  ketergantungan dan kecenderungan  bunuh diri  telah ditemukan , yang dapat  memberi harapan  untuk penyelamatan banyak individu,
Orang yang minum terlalu banyak  sering mengalami bunuh diri  pada kondisi  dimana  mengalami kesulitan   berat membangun interpersonalnya.

Dengan demikian orang  yang beresiko tinggi   bunuh diri dan  minum terlalu banyak  penanganan melalui  pendekatan keluarga  dapat memberi  harapan lebih baik

Para tenaga  kesehatan  dan konselor  yang menangani  pasien dengan  penyalahgunaan  zat / alkohol  memerlukan pelatihan dan  pemahaman tentang  depresi  dan gangguan jiwa lain  yang dapat menyebabkan  bunuh diri.
Jika  pemberi layanan  ini memahami  gangguan jiwa  lebih  baik , akan membantu  untuk mempermudah  penangan pasien  dengan kecanduan alkohol.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites