Pada tahun 1948, setelah the Perang Dunia II yang menghancurkan umat manusia, dokumen / pendiri WFMH memanggil seluruh komunitas dunia berdasarkan kepada “penghargaan kepada perbedaan individu dan budaya”. Dokumen itu memproklamirkan suatu tujuan dari kesehatan mental sebagai kemampuan untuk “hidup bersama orang lain dalam satu dunia”. Dengan advokasi adanya penanganan yang setara serta kesempatan untuk semua orang, tanpa memperhatikan budaya, suku atau status sosial ekonomi, dan termasuk di dalamnya adalah pengungsi, orang yang sakit mental dan kaum perempuan. Federasi baru mempertanyakan keberadaan nilai dan kegiatan dari masyarakat yang secara tradisional mempunyai otoritas.
Empat bulan kemudian PBB mendeklarasikan Deklarasi Hak Azasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) ; yaitu sesuatu yang dipandang sebagai suatu hal yang universal dan akibat yang wajar sebagai manusia. Mewujudkan suatu pandangan bahwa inti dari status manusia sebagai suatu keistimewaan yang sudah dimiliki sejak lahir serta adanya harga diri yang membutuhkan penghargaan dari orang lain.
Empat bulan kemudian PBB mendeklarasikan Deklarasi Hak Azasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) ; yaitu sesuatu yang dipandang sebagai suatu hal yang universal dan akibat yang wajar sebagai manusia. Mewujudkan suatu pandangan bahwa inti dari status manusia sebagai suatu keistimewaan yang sudah dimiliki sejak lahir serta adanya harga diri yang membutuhkan penghargaan dari orang lain.
Keistimewaan dan perlindungan ini, yang dipahami sebagai sebuah hak, meliputi baik kemerdekaan individu dan kekayaan material. Kemerdekaan ini menekankan pada hak terhadap tujuan pribadi, kemerdekaan untuk berpikir, serta tidak adanya kekerasan terhadap tubuh dan kepribadian individu. Kekayaan material yang dimaksudkan di sini, termasuk diantaranya adalah makan, tempat berlindung, pekerjaan, pendidikan, dan akses terhadap pelayanan sosial dan medis.
Pesan yang digarisbawahi adalah bahwa kesehatan dan kesejahteraan tidak akan bisa terwujud apabila terjadi kekerasan / pemaksaan terhadap kemerdekaan dasar atau pemusnahan kebutuhan dasar.
Pesan yang digarisbawahi adalah bahwa kesehatan dan kesejahteraan tidak akan bisa terwujud apabila terjadi kekerasan / pemaksaan terhadap kemerdekaan dasar atau pemusnahan kebutuhan dasar.
Pada tahun 2007, hampir 60 tahun kemudian, kita berdiri pada batas abad global. Orang-orang yang dulunya tinggal berjauhan sekarang saling bersaing untuk sumberdaya yang sama, sekaligus mereka berjuang untuk memelihara kebudayaan mereka sendiri-sendiri atau menyesuaikan dengan kebudayaan yang baru. Para pengungsi dan kaum migran yang lain menyeberangi batas negara dan kebudayaan untuk keluar dari kemiskinan ataupun perang. Mereka memaksakan diri untuk bergelut dengan pengalaman pribadi yang traumatik serta berjuang ditengah-tengah keberagaman dan perubahan. Nilai-nilai dari pilihan pribadi, keberhasilan, dan otonomi dalam demokrasi industri masih berkonflik dengan semua saling ketergantungan, silsilah serta komunitas dari masyarakat yang lebih tradisional.
Nilai-nilai tradisional dan sistem kepercayaan tidak harus menjadi sesuatu yang dikeramatkan. Pada bagian dunia tertentu masih terjadi penindasan terhadap kaum minoritas sosial. Praktek yang mengatas-namakan pertahanan terhadap budaya, baik dalam dunia yang industrialis maupun yang tidak industrialis (tradisional), tetap menjadi hal yang kekal dalam melakukan diskriminasi berbasis jender, kekuatan sosio-ekonomi dan status hirarkis.
Kolaborasi yang empatik di antara kebudayaan dan batas kelas, dengan adanya status penolong dan bukan penolong, membutuhkan bahwa kita mengenali adanya saling ketergantungan dengan semua orang. Hidup dengan keberagaman tetap akan menjadi sebuah kerja yang berlanjut. Sekarang adalah waktu untuk memperbaharui komitmen kita terhadap pemahaman inter-kultural dalam rangka pelayanan dari tujuan yang saling berkaitan satu sama lain untuk mempromosikan kesehatan mental dan melindungi hak azasi manusia.
Artikel Terkait:

0 komentar:
Posting Komentar